IndeksSultra.com, Kendari- Keberadaan pom bensin mini atau yang dikenal sebagai pertamini semakin menjamur di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sebagian besar unit usaha tersebut diduga belum mengantongi izin resmi dalam penyaluran bahan bakar minyak (BBM), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Situasi ini menimbulkan kekhawatiran terkait keselamatan publik serta potensi pelanggaran ketentuan hukum yang berlaku.
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UMKM Kota Kendari, Alda Kesutan Lapae menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan rekomendasi atau izin pendirian usaha pom bensin mini.
Dikatakan, pengawasan dari dinas hanya terbatas pada aspek alat Ukur, Takar, Timbang, dan Perlengkapannya (UTTP).
“Unit Pelaksana Teknis (UPT) Metrologi yang berada di bawah naungan kami tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pengukuran atau kalibrasi terhadap alat takar ilegal yang digunakan oleh pom bensin mini, karena alat tersebut belum disertifikasi oleh Direktorat Metrologi,” ujarnya pada Kamis, 8 Mei 2025.
Lebih lanjut, Alda menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap operasional pertamini karena produk yang dijual memiliki sifat mudah terbakar. Tanpa standar operasional yang jelas, risiko kebakaran dan kerugian lainnya bisa meningkat.
“Perlu ada regulasi yang jelas. Kami mendorong agar ada kajian hukum yang melibatkan pihak Pertamina maupun otoritas yang menangani sektor migas. Meski keberadaan pertamini tidak dapat dibenarkan, kami juga tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penindakan langsung,” tambahnya.
Di sisi lain, sebagian masyarakat menilai kehadiran pom bensin mini membantu memenuhi kebutuhan bahan bakar, khususnya di daerah yang jauh dari Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Namun, permasalahan timbul karena alat takar yang digunakan umumnya tidak sesuai standar metrologi legal.
“Produk yang dijual berbasis volume dan seharusnya dipertanggungjawabkan secara akurat. Sayangnya, perangkat ukur yang digunakan sering kali tidak memenuhi standar yang ditetapkan,” ungkap Alda.
Sementara itu, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia turut menyoroti lemahnya aspek keselamatan dalam operasional pertamini. Praktik berbahaya seperti merokok di sekitar alat pengisian BBM masih kerap ditemukan, yang dapat memicu kebakaran.
PT Pertamina Patra Niaga melalui Area Manager Communication, Relation & CSR Regional Sulawesi, Fahrougi Andriani Sumampouw, menegaskan bahwa pertamini bukan merupakan bagian dari jaringan resmi Pertamina. Operasionalnya dinilai tidak sah karena tidak memiliki izin usaha niaga BBM serta tidak memenuhi standar mutu dan ukuran resmi.
“Pertamini tidak memiliki sistem pengawasan mutu dan keselamatan sebagaimana yang diterapkan di SPBU. Ini menjadi ancaman nyata bagi keselamatan konsumen dan lingkungan,” kata Fahrougi.
Ia pun mengimbau masyarakat agar lebih selektif dalam memilih tempat pengisian bahan bakar.
“Kami mengajak masyarakat untuk membeli BBM hanya di lembaga penyalur resmi seperti SPBU dan Pertashop yang telah melalui proses perizinan serta pengawasan ketat, demi menjamin kualitas, volume, dan keamanan,” tutupnya.
Komentar