IndeksSultra.com, Kendari – Telkomsel menjadi salah satu operator dengan jaringan terluas di Sulawesi Tenggara (Sultra).
Sebagai penyedia jaringan terbesar, Telkomsel terus berupaya hadir bersama masyarakat, bahkan hingga ke wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), seperti di Kecamatan Batu Atas, Kabupaten Buton Selatan (Busel), yang telah menikmati jaringan 4G LTE sejak 2021 lalu.
Melalui inovasi berkelanjutan, Telkomsel kini menjadi jaringan yang paling diminati dan menjadi pilihan utama masyarakat dalam mendukung berbagai aktivitas sehari-hari.
Kepala Desa Namu Kecamatan Laonti, Nikson menyampaikan bahwa Telkomsel adalah satu-satunya jaringan yang tersedia di wilayahnya, yang termasuk dalam kategori desa 3T di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel).
“Di sini hanya ada jaringan Telkomsel yang kami gunakan setiap hari untuk berkomunikasi,” ujarnya.
Namun, ia mengungkapkan sinyal Telkomsel di desanya hanya dapat diakses di titik-titik tertentu karena belum tersedianya Base Transceiver Station (BTS).
“Memang ada jaringan Telkomsel, tapi kami masih mengandalkan jaringan dari Wawonii atau Buton Utara. Kadang sinyal hilang, sehingga kami harus ke lokasi tertentu untuk mendapatkan jaringan,” tuturnya.
Sebagai desa wisata, Nikson menegaskan pihaknya sangat membutuhkan dukungan jaringan yang lebih kuat dari Telkomsel agar promosi wisata Desa Namu bisa berjalan optimal.
“Untuk lokasi wisata memang ada jaringan, tetapi kekuatan sinyalnya masih lemah,” jelasnya.
Ia pun berharap pemerintah bersama Telkomsel dapat menghadirkan jaringan yang lebih stabil.
“Sebagai desa wisata, kami sangat membutuhkan jaringan Telkomsel yang stabil dan kuat, sehingga promosi melalui media sosial dapat berjalan lancar,” harapnya.
Senada dengan itu, Kepala Desa Lawota One, Kecamatan Laonti, Ardin, juga menyampaikan harapannya agar Telkomsel menghadirkan BTS di wilayahnya.
“Kami sangat membutuhkan jaringan yang stabil. Satu-satunya jaringan yang ada hanyalah Telkomsel. Karena itu, kami berharap ke depan ada BTS di wilayah kami untuk menunjang kinerja pemerintah desa,” jelasnya.
Ardin menambahkan, saat ini pemerintah desa kesulitan menjalankan sistem pelaporan karena semua berbasis daring.
“Karena jaringan belum stabil, terkadang kami harus ke Kota Kendari untuk memenuhi kebutuhan laporan,” ungkapnya.\
Redaksi
Komentar