Sabet Penghargaan Top Bank 2025, Bank Sultra Komitmen Perkuat Ekonomi Daerah

EKONOMI160 Dilihat

IndeksSultra.com, Jakarta- Bank Sultra kembali mencatatkan prestasi membanggakan di tingkat nasional dengan memperoleh penghargaan Top Bank 2025 dalam kategori Total Capital di bawah Rp3 triliun.

Penghargaan bergengsi ini diberikan dalam ajang 6th Indonesia Top Bank Awards 2025 yang diselenggarakan oleh The Iconomics Media bekerja sama dengan Axia Research, bertempat di Auditorium Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Jakarta.

Penghargaan ini merupakan bentuk penghargaan terhadap kinerja positif perbankan nasional sepanjang tahun 2023. Penilaian dilakukan berdasarkan performa keuangan bank, dengan dua indikator utama yakni profitabilitas dan rentabilitas.

Komposisi penilaian mencakup 60% dari indikator keuangan dan 40 persen dari indikator pertumbuhan keuangan, yang dibandingkan dengan bank-bank lain dalam kelompok Bank Modal Inti (KBMI) yang sejenis.

Penghargaan diterima langsung oleh Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Bank Sultra, Waode Nurhuma, yang mewakili jajaran manajemen.

Direktur Pemasaran Bank Sultra, Ronal Siahaan menyampaikan rasa syukur atas pencapaian tersebut menjadi bukti bahwa Bank Sultra konsisten menjaga kinerja yang sehat dan stabil, serta mampu beradaptasi dengan dinamika ekonomi nasional dan global.

“Kepercayaan masyarakat, dukungan para pemegang saham, serta dedikasi seluruh karyawan Bank Sultra menjadi pendorong untuk terus berinovasi dalam memberikan layanan optimal, terutama dalam memperkuat peran Bank Sultra di sektor keuangan daerah,” jelasnnya.

BACA JUGA  Kolaborasi Indosat, Cisco, dan Komdigi dalam Keamanan Siber untuk Membangun Masa Depan Digital

Bank Sultra turut menegaskan komitmennya dalam menjaga tata kelola perusahaan yang baik, memperluas jangkauan layanan keuangan, serta mendukung pembangunan ekonomi daerah secara berkelanjutan.

Forum Ekonomi dan Bisnis Bahas Peran Koperasi dan Ketahanan Ekonomi Nasional

Rangkaian kegiatan 6th Indonesia Top Bank Awards 2025 juga diisi dengan penyelenggaraan Forum Ekonomi dan Bisnis bertema “Mitigate the Risks of Proxy War and Trade War for Indonesia” yang membahas tantangan dan strategi ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global.

Deputi Bidang Pengawasan Kementerian Koperasi dan UKM, Herbert Siagian, sebagai pembicara utama, menyoroti pentingnya peran Koperasi Merah Putih sebagai solusi berkelanjutan bagi usaha masyarakat. Pemerintah menargetkan pembentukan 80.000 koperasi di setiap desa dan kelurahan hingga akhir Juni, yang direncanakan akan diluncurkan bertepatan dengan Hari Koperasi pada Juli dan mulai beroperasi pada Agustus.

Koperasi ini diharapkan mampu menjawab tantangan permodalan, memperpendek rantai distribusi usaha, serta membantu konsumen memperoleh harga yang lebih adil, sekaligus menjadi pusat ekonomi desa yang menunjang program Astacita melalui pembangunan gudang dan gerai.

CEO The Iconomics, Bram S. Putro, juga menegaskan perlunya penguatan tata kelola koperasi agar mampu tumbuh secara optimal di Indonesia.

BACA JUGA  Bank Sultra Salurkan CSR Rp250 Juta untuk Pemkab Konawe Kepulauan

Senada dengan itu, Staf Ahli Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan, Sudarto, dalam paparan mengenai mitigasi risiko perang proksi dan perdagangan, menyampaikan bahwa konflik dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok telah mengubah lanskap ekonomi dunia. Meski terdapat tanda-tanda meredanya ketegangan, ketidakpastian masih membayangi. Ia mengapresiasi ketahanan ekonomi Indonesia yang tetap tumbuh dan mengandalkan program-program pemerintah yang langsung menyentuh masyarakat, serta mendorong kolaborasi antarpemangku kepentingan demi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan bersama.

Sementara itu, Direktur Grup Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Seto Wardono, menambahkan bahwa pada 2024, mitra dagang utama Indonesia bergeser dari Amerika Serikat ke Tiongkok. Meskipun impor dari AS masih lebih besar, nilai ekspor ke AS juga tinggi terutama dalam bentuk barang jadi. Sebaliknya, ekspor ke Tiongkok lebih banyak berupa bahan mentah, di mana produk minyak dan lemak nabati menyumbang 40,39%. Ia juga menekankan bahwa tarif listrik menjadi salah satu indikator utama inflasi yang perlu diperhatikan.

Secara keseluruhan, forum ini menekankan bahwa kekuatan ekonomi Indonesia banyak didorong oleh kebijakan pemerintah yang berpihak pada masyarakat. Negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional secara menyeluruh.

Komentar